Sabtu, 14 November 2009

(sambungan) Perkataan Dalam Fana Dan Perkataan Dalam Fatwa

Mari kita cermati dengan penilaian para Muhaddits "Demikian pula kita memastikan kekafiran setiap orang yang berpendapat dengan suatu pendapat yang isinya mengandung penilaian sesat terhadap Seluruh umat" (Al haafidz Al qadhi 'iyad, Al syifa 2/236) dan (Al haafidz Al nawawi, Raudhah al thalibin 8/384) dan (Al haafidz Ibnu Hajar, Fath Al baari 12/300). Dengan begitu sunnguh keji dan nyata kesalahan Al albani dalam hal ini, yang hakekatnya tuduhan tersebut akan kembali pada orang yang melafadhkan takfir.
Namun walau demikian terdapat bantahan para pengkultus Syaikh Al albani, diantaranya Ustad Abiubaidah dengan mencatat beberapa point sanggahan tentang pengkafiran warga palestina:
1. Hijrah dan jihad terus berlanjut hingga hari kiamat tiba.
2. Fatwa tersebut tidak diperuntukan kepada bangsa atau negri tertentu.
3. Nabi Muhammad sebagai Nabi yang mulia, beliau hijrah dari kota yang mulia yaitu makkah.
4. Hijrah hukumnya wajib ketika seorang muslim tidak tidak mendapat ketetapan dalam tempat tinggalnya yang penuh dengan ujian agama, dia tidak mampu menampakkan hukum hukum syar'i yang di bebankan Allah kepadanya bahkan dia khawatir terhadap cobaan yang menimpa dirinya sehingga menjadikannya murtad dari agama. Inilah inti fatwa syaikh Al albani yang sering di sembunyikan, dan dua point lagi yang senada dengan ke empat point diatas yang saya rasa tidak perlu untuk menuliskannya demi meringkas pembahasan.
Mari kita kembali menela'ah kekuatan barometer penilaian terhadap takfir yang dilakukan Syaikh Al albani, ditinjau dari pribadi masing masing antara Al haafidz Al qadhi 'iyad, Al haafidz Al nawawi, Al haafidz Ibnu Hajar, dengan Ustad Abiubaidah sangatlah tidak sepadan dalam berbagai hal, baik wilayah keilmiahannya, hafalannya, adab dan ibadahnya, seperti langit dan bumi perumpamaannya.
Akhirnya kita menyimpulkan bahwa bartabahhur (mengarungi: pent) di dalam syari'at islam haruslah dengan penuh kesungguhan dan keistiqomahan sehingga kita mampu menempatkan diri dengan penuh adab kesantunan untuk menyikapi fatwa fatwa ulama salaf maupun khalaf serta mampu membedakan perkataan hikmah yang keluar dari para awliyaullah (wali wali Allah) dalam keadaan fananya, sehingga kita terjauhkan dari sifat menghujat dan mengingkari sesuatu yang kita tidak sampai ilmunya. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar